loading…
Save the Children Indonesia melalui program Ketangguhan Masyarakat Berbasis Lanskap (KMBL) telah menjangkau 43.800 masyarakat di Kecamatan Rancaekek. Foto/istimewa
Ketika banjir terjadi, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan. Oleh karena itu, kami mengutamakan upaya perlindungan yang menyeluruh, mulai dari memperkuat kesiapsiagaan komunitas dan sistem peringatan dini, hingga memastikan mereka mendapatkan informasi yang tepat tentang cara bertindak selama banjir, agar dampak buruknya dapat diminimalkan,” jelas Rosianto Hamid, Chief Of Partnership Strategic and Program Operation – Save the Children Indonesia.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dari 1 Januari hingga 8 Desember 2024, banjir tercatat sebagai bencana yang paling sering terjadi di Indonesia, dengan 962 kejadian. Salah satu wilayah yang terdampak adalah Kecamatan Rancaekek di Kabupaten Bandung. Ketika banjir melanda, banyak rumah terendam dan aktivitas sekolah terganggu. Anak-anak, sebagai kelompok paling rentan, tidak hanya menghadapi risiko kesehatan, tetapi juga mengalami hambatan dalam mengakses pendidikan. Kondisi ini menegaskan perlunya membangun ketangguhan masyarakat, mulai dari kesiapan komunitas, penguatan sistem peringatan dini, hingga pengelolaan lingkungan yang lebih berkelanjutan.
Untuk mengurangi dampak tersebut, Save the Children Indonesia bersama Yayasan SHEEP Indonesia, didukung oleh The Korea Financial Industry Foundation (KFIF) dan Save the Children Korea, menjalankan program Ketangguhan Masyarakat Berbasis Lanskap (KMBL). Program ini bertujuan meningkatkan ketangguhan masyarakat melalui pendekatan lanskap dari hulu ke hilir, penguatan sistem peringatan dini, dan tata kelola pengurangan risiko bencana yang partisipatif, dengan fokus pada kelompok rentan seperti anak-anak, disabilitas, dan perempuan.
Yayasan Industri Keuangan Korea (selanjutnya, KFIF) adalah satu-satunya yayasan di Korea yang didanai dan dioperasikan secara bersama oleh serikat pekerja dan manajemen dari 33 lembaga keuangan utama. Dengan kontribusi sebesar 200 miliar KRW (sekitar USD 150 juta), KFIF telah berkomitmen untuk melaksanakan berbagai proyek yang berfokus pada kontribusi sosial di Korea dan secara global.
Program KMBL melakukan serangkaian strategi untuk memastikan pendekatan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Pertama, mengidentifikasi kesenjangan dalam sistem peringatan dini serta kerentanan infrastruktur terhadap banjir untuk memahami titik lemah yang harus diperkuat agar respons terhadap banjir menjadi lebih efektif. Kedua, pembentukan Satuan Tugas Siaga Warga Rancaekek, penyusunan rencana aksi, dan pengembangan Standard Operating Procedures (SOP) untuk memastikan bahwa komunitas memiliki panduan yang jelas dalam merespons banjir.
Ketiga, bekerjasama dengan Badan Penanggulangan Daearah (BPBD) setempat untuk memperkuat sistem peringatan dini yang telah ada dengan menginstalasi alat tambahan di lokasi-lokasi strategis. Upaya ini bertujuan untuk mendukung dan memperkuat sistem yang telah diterapkan oleh BPBD, sehingga sistem peringatan dini di wilayah tersebut menjadi lebih efektif dan menyeluruh.
Keempat, melakukan pelatihan kapasitas, simulasi, serta edukasi kepada masyarakat, termasuk anak-anak, terkait langkah-langkah menghadapi banjir dan pentingnya menjaga lingkungan seperti menanam pohon sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko banjir. Hal ini untuk menanamkan kesadaran dan mendorong keterlibatan anak dan orang muda dalam menciptakan lingkungan yang tangguh dan berkelanjutan.
Kolaborasi yang erat antara berbagai pihak sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan berkelanjutan bagi anak-anak dan masyarakat. Melalui program ini, diharapkan masyarakat tidak hanya lebih siap dalam menghadapi banjir, tetapi juga memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya menjaga lingkungan, serta berperan aktif dalam upaya pengurangan risiko bencana.
(dra)