loading…
Analisis berbasis kecerdasan buatan (AI) mengungkapkan pengaruh Denny JA dalam dunia sastra sama besar dan sama panjang dengan Chairil Anwar dan Sapardi Djoko Damono. Foto: Ist
Empat aplikasi AI yakni ChatGPT 4.0, Gemini 2.0, Perplexity, dan DeepSeek dilibatkan dalam perbandingan ini. Hasilnya, ketiganya memiliki pengaruh yang sebanding dalam lintasan sejarah sastra, namun dalam corak dan cara yang berbeda.
“Chairil Anwar adalah ikon revolusi sastra, Sapardi Djoko Damono adalah penjaga keindahan, sedangkan Denny JA adalah arsitek dan pembangun ekosistem sastra,” ujar Dr Satrio Arismunandar, yang membuat analisis ini, Minggu (2/2/2025).
Chairil Anwar: Pemberontak Sastra yang Mengubah Paradigma
Menurut AI, Chairil Anwar merombak konvensi sastra Indonesia dengan gaya yang lebih bebas dan padat. Puisinya, seperti Aku, menjadi manifestasi keberanian dalam menantang nasib dan kemapanan.
“Aku ini binatang jalang; dari kumpulannya terbuang,” tulis Chairil, yang dianggap sebagai simbol perlawanan dalam sastra modern Indonesia.
“Pengaruh Chairil ada dalam gaya dan semangatnya. Dia menginspirasi generasi penyair setelahnya untuk menulis dengan lebih bebas dan ekspresif,” kata Satrio.
Sapardi Djoko Damono: Simbolisme dan Keheningan yang Abadi
Di sisi lain, AI mengenali Sapardi Djoko Damono sebagai penyair yang merayakan kesederhanaan dan kedalaman emosi dalam metafora yang halus. Puisinya, seperti Hujan Bulan Juni, telah menjadi bagian dari kesadaran kolektif bangsa.
“Sapardi adalah suara sunyi dalam sastra Indonesia. Dia mengajarkan bahwa kata-kata yang lembut bisa lebih tajam dari teriakan, dan dalam keheningan terdapat kedalaman,” ujar Satrio.
AI mendeteksi puisi Sapardi sering digunakan dalam momen reflektif, dari pernikahan hingga perpisahan, menunjukkan daya tarik universal yang tetap relevan sepanjang zaman.
Denny JA: Arsitek Membangun Sastra Sebagai Institusi
Sementara, Denny JA dipandang oleh AI sebagai tokoh yang mengubah sastra menjadi gerakan yang berkelanjutan. Kontribusinya terbagi dalam tiga aspek utama:
1. Melahirkan genre baru: Puisi Esai
– AI mengidentifikasi puisi esai sebagai format yang inovatif, menggabungkan narasi, data, dan refleksi sosial.
– Format ini relevan dalam era digital dan AI karena menghubungkan sastra dengan isu-isu sosial kontemporer.
2. Membangun komunitas sastra
– Denny JA tidak hanya menulis, tetapi juga menciptakan ekosistem sastra yang aktif, termasuk mendanai komunitas sastra di ASEAN.
3. Menyediakan dana abadi bagi penghargaan sastra
– AI mencatat bahwa pendanaan sastra yang dilakukan Denny JA mirip dengan Pulitzer Prize atau Man Booker Prize.