Politik

Kubik Ungkap Kunci Transformasi Kepemimpinan di Indonesia

×

Kubik Ungkap Kunci Transformasi Kepemimpinan di Indonesia

Sebarkan artikel ini



loading…

Direktur Kubik Leadership Atok R Aryanto menghadiri Ambidextrous Leadership Training. Foto/istimewa

JAKARTA – Strategi dualitas atau ambidextrous dinilai menjadi kunci keberhasilan sebuah organisasi di lingkungan yang dinamis. Strategi ini dapat diterapkan menjawab tantangan yang ada.

Hal ini disampaikan Direktur Kubik Leadership Atok R Aryanto dalam Ambidextrous Leadership Training yang digelar di Jakarta, pekan lalu. Kegiatan ini diikuti puluhan pemimpin korporasi dari para manajer hingga direksi dari perusahaan nasional dan multinasional.

Atok menjelaskan, konsep organisasi ambidextrous adalah yang memiliki kemampuan untuk mengelola dua aspek kritis secara seimbang, yaitu eksplorasi dan eksploitasi. “Organisasi yang sukses adalah mereka yang mampu menerapkan strategi dualitas ini untuk menjawab tantangan lingkungan yang dinamis,” kata Atok dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/10/2024).

Baca Juga: Mengajak Siswa Peduli Lingkungan

Co-founder Kubik Leadership, Jamil Azzaini menambahkan, seorang pemimpin ambidextrous harus mengemban tiga peran penting, yakni entrepreneur, leader, dan manager. Sebagai seorang entrepreneur, pemimpinan harus jeli dalam melihat dan menangkap peluang baru, berfikir visioner, dan berani mengambil risiko terukur.

Seorang leader, pemimpin harus dapat mengelola perubahan dan mampu menggerakkan anggota tim, sehingga seorang mampu melahirkan pemimpin baru dari anggota timnya. “Terakhir yaitu manager yang mampu mengopimalkan kegiatan operational dan mengelola sumberdaya secara efektif,” katanya.

Direktur Kubik Coaching, Fauzi Rachmanto memapaparkan 3 hal dalam proses ambidextrous leadership yaitu enhance switching flexibility, exhibit opening behavior, dan ensure closing behavior. Menurutnya, transformasi organisasi tidak selalu berhasil meskipun proses bisnisnya sudah diubah dan teknologinya sudah diperbaharui.

Biasanya organisasi tersebut melupakan faktor ketiga yaitu people. “Untuk mengubah people harus mulai dari para pemimpin di organisasi tersebut,” katanya.

(cip)



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *