loading…
Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok.SindoNews
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PADA awal tahun 2025, dinamika global kembali diwarnai oleh ketegangan perdagangan antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, dan kawasan Eropa. Kebijakan proteksionis Amerika Serikat, yang ditandai dengan penerapan tarif impor sebesar 145% terhadap barang-barang asal China, telah memicu disrupsi dalam rantai pasok internasional.
Situasi ini menyebabkan ketidakpastian dalam arus barang dan perdagangan lintas kawasan. Di tengah kebijakan tersebut, ekspor China ke Amerika tercatat mengalami penurunan drastis hingga 21% pada April 2025, mencerminkan dampak serius terhadap stabilitas perdagangan global.
Kondisi tersebut turut mendorong peningkatan risiko pasar dan kenaikan suku bunga global. LaporanGlobal Financial Stability Report(IMF, 2025) menunjukkan bahwa premi risiko ekuitas mengalami lonjakan sebagai respons terhadap meningkatnya ketidakpastian pasar.
Di Amerika Serikat, lembaga keuangan seperti Goldman Sachs memperkirakan potensi koreksi pasar saham hingga 20% sebagai dampak dari memburuknya sentimen investor. Ketidakpastian ini memperkuat kebutuhan bagi lembaga keuangan untuk menyediakan instrumen penjaminan yang lebih kuat dalam rangka menjaga kepercayaan investor dan stabilitas sistem keuangan global.
Tekanan global tersebut berdampak langsung pada sektor keuangan, termasuk perusahaan multinasional yang menghadapi kenaikan biaya produksi akibat tarif impor. Perusahaan seperti Nestle, Unilever, dan Procter & Gamble mengantisipasi peningkatan harga produk yang pada gilirannya dapat menurunkan daya beli masyarakat global.
Dalam konteks ini, lembaga keuangan dan investor menghadapi tekanan tambahan dalam pengelolaan risiko, termasuk meningkatnya permintaan terhadap instrumen lindung nilai dan jaminan investasi sebagai langkah mitigasi.
Di dalam negeri, perekonomian Indonesia pada kuartal I tahun 2025 pun menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan akibat tekanan dari berbagai sisi. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tercatat sebesar 4,87% (yoy), menurun dibandingkan capaian kuartal sebelumnya yang masih berada di atas 5%.
Perlambatan ini mengindikasikan melemahnya daya dorong ekonomi domestik, khususnya dari sisi permintaan agregat. Komponen konsumsi rumah tangga, yang selama ini menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan kontribusi lebih dari 50% terhadap PDB hanya tumbuh sebesar 4,89%, terendah dalam lima kuartal terakhir.
Hal ini mencerminkan berkurangnya daya beli masyarakat, yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh tekanan inflasi, kenaikan suku bunga, serta ketidakpastian pendapatan akibat dinamika pasar tenaga kerja yang belum sepenuhnya pulih.