loading…
Eddy Suprapto, Presidium Masyarakat Profesional untuk Demokrasi (MPD), Foto/Dok. SindoNews
Presidium Masyarakat Profesional untuk Demokrasi (MPD)
INDONESIA dengan jumlah penduduk ke tiga terbesar di dunia, sesungguhnya bukan negara kaya dengan sumber migas. Cadangan yang dimilikinya hanya 3.3 giga barel minyak, atau setara dengan 0,2% cadangan minyak dunia. Bandingkan dengan Venezuela yang memiliki 300,9 giga barel cadangan minyak menempati posisi teratas cadangan minyak dunia.
Di sisi lain Indonesia merupakan negara yang efisien dalam pemanfaatan migas. Salah satunya terlihat pada pengelolaan Gas flare, atau gas suar. Bank Dunia menyebut, jumlah gas suar yang belum dimanfaatkan mencapai sekitar 1,7 miliar meter kubik gas per tahun, atau 162 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Jika gas suar dioptimalkan mampu menyalakan listrik bagi setengah juta rumah tangga.
Pemerintah masih bertatih tatih dalam meningkatkan produksi minyak pada tahun 2025. Target produksi 650 barel per hari sangat berat untuk dicapai. Padahal kebutuhan konsumsi minyak nasional 1.6 juta barel per hari. Hingga hari ini impor migas Indonesia mencapai 1 juta baret per hari. Dengan kondisi seperti ini perlu upaya pemanfatan teknologi untuk meningkatan produksi migas salah satunya optimalisasi gas flare atau gas suar.
Gas suar dapat diubah menjadi produk bernilai tambah seperti Liquefied Petroleum Gas (LPG), Dimethyl Ether (DME) adalah senyawa kimia yang berpotensi menjadi alternatif pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG) untuk kebutuhan energi. Dari gas suar ini bisa digunakan untuk pembangkit listrik, menciptakan peluang bisnis baru dan lapangan kerja.
Selama ini gas suar belum optimal dimanfaatkan secara maksimal, padahal memiliki potensi besar, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan. Hanya saja memerlukan kolaborasi antara pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mengatasi tantangan yang ada. Dengan penerapan teknologi yang tepat dan model bisnis yang sesuai, pemanfaatan gas suar.
Data dari Bank Dunia Global Gas Flaring Reduction menunjukkan bahwa Indonesia masih membakar sekitar 1,7 miliar meter kubik gas per tahun. Jumlah tersebut setara 162 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Jika gas ini dijual dengan harga konservatif enam dolar AS per juta British Thermal Unit (BTU), nilainya bisa mencapai US$ 360 juta. Belum lagi jika dikalkulasikan dengan kredit karbon dari penghindaran emisi sekitar sembilan juta ton CO2 memiliki potensi nilai tambahnya melonjak puluhan juta dolar.