loading…
Bambang Asrini Widjanarko, pemerhati sosial dan budaya. Foto/Istimewa
Alumnus Unej
Pemerhati sosial dan budaya
SEBUAH kehendak zaman dalam ingatan orang, memang bisa memantulkan sebuah objek keluar dari orbitnya. Hal itu dimaknai seperti hukum fisika, gaya sentrifugal yang tentu sebagai sesuatu yang imajinatif dan daya tipu optis belaka.
Objek seolah melenting jauh, menolak ruang dan waktu, yang merupakan sebuah lambang ‘kado separuh rada sakral, separuh mencemaskan’ bagi Republik yang sedang ditimpa kemalangan.
Saat 80 tahun, tetiba kita menemukan jalinan pengeling (Jawa: pengingat), dari lakon film fiksi One Piece yang mendadak pula bertemu dengan serat-serat sastrawi dalam benak penulis dari penyair dan sastrawan Jawa jenial, Raden Ngabehi Ronggowarsito.
Kado semestinya perayaan agung yang khidmat, sayangnya serupa hantaman keras didahi untuk mengaca atas kondisi sosial yang meremukkan rasa saat ini. Yang teranyar, pejabat daerah yang didemo ribuan orang sebab ‘pajak yang mencekik’.
Kemudian, mantan petinggi negeri yang dicecar malu usai lengser dari jabatan mewariskan aib, sebab disangka korupsi oleh organisasi jurnalis dunia dan ‘gelar akademik palsu’, drama tokoh-tokoh politik yang dikriminalkan, serta kita semua menghadapi realita kemiskinan 195 juta populasi yang akut seturut Bank Dunia.
Penulis, awal Juli lalu menonton ulang delapan filem sesi pertama di Netflix dari kawanan ‘bajak laut baik hati’ Monkey Luffy dan kawan-kawannya di serial One Piece. Yang bersegera memancing tawa—film yang cerdas menggambarkan perlawanan ‘orang-orang biasa dengan cita-cita setinggi langit’ dengan cara kekonyolan-kekonyolan.
Lebih menggelikan lagi, tatkala kepanikan merajalela, atau lebih tepatnya paranoid negara atas larangan bendera merah putih disandingkan keselengekan bendera riil milik Luffy tersebut.
Jika pada 80-an, Gus Dur yang kini tenar dengan sebutan Jester-sang badut, dalam kolom majalah atau surat kabar berceloteh nyelekit (Jawa: kritik pedas namun bercanda), juga buku satire ‘Mati Ketawa Cara Rusia’ diburu generasi muda untuk menghibur diri dari rezim militer.