loading…
Candra Fajri Ananda Wakil Ketua Badan Supervisi OJK. Foto/istimewa
Wakil Ketua Badan Supervisi OJK
PADA kerangka teori ekonomi klasik, mekanisme pasar diyakini mampu menciptakan efisiensi melalui interaksi bebas antara permintaan dan penawaran. Proses tersebut membentuk harga keseimbangan yang mencerminkan nilai barang maupun jasa, sehingga tidak hanya memberikan manfaat bagi pelaku ekonomi, tetapi juga mendorong pertumbuhan secara keseluruhan.
Dalam konteks Indonesia, mekanisme ini berperan penting dalam menentukan harga komoditas strategis seperti beras atau cabai, meskipun kenyataannya sering mengalami fluktuasi akibat dinamika pasar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pasar tidak selalu berjalan sempurna, sebagaimana dijelaskan dalam teori market failure yang menyoroti adanya eksternalitas, barang publik, informasi asimetris, maupun monopoli sebagai faktor penyebab ketidakefisienan. Oleh sebab itu, intervensi pemerintah melalui kebijakan publik menjadi penting untuk memulihkan keseimbangan.
Kebijakan ekonomi pada hakikatnya memiliki peran yang lebih luas daripada sekadar memperbaiki kegagalan pasar. Dalam praktiknya, kebijakan juga berfungsi untuk menjaga stabilitas ekonomi, mendorong pemerataan, serta memastikan keberlanjutan pembangunan jangka panjang.
Kerangka teori welfare economics menegaskan bahwa kebijakan publik yang dirumuskan secara tepat mampu meningkatkan kesejahteraan sosial dengan cara mengurangi inefisiensi pasar, memperbaiki distribusi sumber daya, serta mengoptimalkan penggunaannya agar lebih produktif. Oleh sebab itu, kebijakan tidak hanya hadir sebagai solusi korektif atas distorsi pasar, melainkan juga sebagai instrumen strategis untuk memperkuat manfaat yang dihasilkan mekanisme pasar, sehingga kebermanfaatannya dapat dirasakan secara lebih merata oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pada konteks penilaian efektivitas kebijakan, prinsip Pareto optimal menjadi salah satu tolok ukur penting. Sebagaimana dikemukakan oleh Vilfredo Pareto, kebijakan dikatakan optimal apabila tidak ada pihak yang dirugikan tanpa memberikan keuntungan bagi pihak lain. Artinya, kebijakan yang baik bukan hanya berfungsi mengatasi ketidaksempurnaan pasar, melainkan juga memberikan manfaat yang relatif seimbang bagi konsumen, produsen, maupun pemerintah.
Prinsip ini menegaskan bahwa perumusan kebijakan harus didasarkan pada pencapaian keseimbangan kepentingan, sehingga hasilnya tidak hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga adil dan berkelanjutan. Keterkaitan antara welfare economics dan prinsip Pareto optimal menunjukkan bahwa efektivitas kebijakan terletak pada kemampuannya menjaga harmoni antara efisiensi, pemerataan, serta keberlangsungan pembangunan ekonomi.
Pareto Optimal dan Kebijakan Publik di Indonesia