loading…
Pengamat politik Y Paonganan mengingatkan publik agar tidak serta-merta mendesak pemerintah dan DPR segera mengesahkan aturan tersebut tanpa memahami substansi isinya. Foto/Dok. SindoNews
Menurut Ongen, dorongan publik terhadap RUU Perampasan Aset lebih banyak dilatarbelakangi kemarahan sosial atas gaya hidup hedonis segelintir pejabat negara dan kelompok borjuis. “Kemarahan publik itu sangat wajar. Namun, jangan sampai desakan itu justru menjadi bumerang ketika isi RUU ini diberlakukan,” kata Ongen dalam keterangan persnya, Jumat (5/9/2025). Baca juga: Presiden Janji UU Perampasan Aset Akan Sungguh-sungguh Diperjuangkan
Ia menegaskan, terdapat pasal dalam draf RUU yang menyebutkan negara berhak merampas harta seseorang hanya berdasarkan informasi atau dugaan tanpa keputusan pengadilan. Hal itu, kata Ongen, sangat berbahaya karena membuka peluang kriminalisasi terhadap masyarakat luas.
Diketahui, dalam draf RUU tersebut, Pasal 2 mengatur bahwa perampasan aset tidak harus menunggu putusan pidana (civil forfeiture). Sementara Pasal 5 memperluas cakupan perampasan terhadap aset yang tidak seimbang dengan pendapatan atau tidak dapat dibuktikan asal-usulnya.
Sedangkan Pasal 6 menyebutkan perampasan dapat dilakukan terhadap aset bernilai minimal Rp100 juta terkait tindak pidana dengan ancaman hukuman empat tahun atau lebih. Draf juga menegaskan, perampasan aset tidak menghapus kewenangan aparat untuk tetap mempidanakan pelaku, serta mengatur tata kelola aset hingga perlindungan pihak ketiga beritikad baik.