loading…
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menyampaikan arahan pada Apel serentak Bhabinkamtibmas dan Tenaga Kesehatan di Polda Metro Jaya, Jakarta, beberapa waktu lalu. Foto/SindoNews/Yorri Farl
Hal itu disampaikan Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi. Menurut Haidar, hal itu adalah fondasi besar yang memutus rantai subordinasi militer dan menegakkan prinsip independensi. “Inilah mengapa istilah restorasi jauh lebih tepat. Restorasi berarti mengembalikan Polri pada jati diri yang sesungguhnya aparat negara yang berani, bersih, dan humanis,” katanya, Rabu (17/9/2025).
“Restorasi berarti merenovasi tanpa menggoyahkan pilar. Memperbaiki kelemahan tanpa meruntuhkan struktur, dan menegakkan kembali nilai-nilai luhur yang dulu menjadi alasan mengapa reformasi digelorakan,” katanya.
Baca juga: Presiden Prabowo Siapkan Keppres Komisi Reformasi Kepolisian, Pelantikan Segera Digelar
Haidar melihat, setiap kali ada kejadian yang melibatkan anggota Polri, seruan reformasi Polri selalu muncul. Pada 2011 misalnya, wacana reformasi Polri mengemuka setelah kasus Mesuji Lampung, Sumsel dan Bima NTB. Lalu, timbul lagi 2015 seiring isu dugaan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK. Kemudian 2022 kembali disuarakan setelah kasus Ferdy Sambo.
Berikutnya 2024 pascapolemik penguntitan Jampidsus Kejagung oleh oknum Densus 88 Antiteror. Terakhir, baru-baru ini reformasi Polri dan pergantian Kapolri disuarakan menyusul tewasnya seorang pengemudi ojek online dalam kerusuhan Agustus 2025.
“Jika dicermati, polanya berulang dan mudah ditebak. Satu kasus individu dijadikan pintu masuk untuk menggoreng isu kelembagaan. Satu pelanggaran segera dibesar-besarkan menjadi kegagalan sistem. Seolah-olah Polri secara keseluruhan gagal. Seolah-olah seluruh reformasi yang telah dilakukan sejak 1999 tidak pernah ada,” katanya.