loading…
Penyelesaian masalah Over Dimension Overload (ODOL) atau kendaraan bermuatan berat hingga kini belum juga menemukan solusinya. Foto: Dok SINDOnews
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Agus Taufik Mulyono mengatakan, salah satu masalah yang harus diselesaikan pemerintah adalah status dan fungsi jalan yang masih karut-marut serta tidak jelas.
Ketika mengangkut barang dari pabrik ke tempat tujuannya, truk-truk tersebut akan melewati jalan yang statusnya beda, mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, dan arteri (nasional). “Hal tersebut merupakan problem klasik yang belum diselesaikan hingga saat ini,” ujar Agus, Minggu (24/11/2024).
Saat melalui jalan yang berbeda-beda, truk-truk itu tidak mungkin akan menurunkan barang-barang bawaannya saat akan pindah jalan. Apalagi saat membongkar muatannya dibutuhkan yang namanya terminal handling sebagai tempat mengumpulkan barang-barang yang kelebihan muat.
“Masalahnya, terminal handling ini tidak pernah ada karena memang tidak diwajibkan dalam undang-undang,” ucapnya.
Fakta-fakta tersebut akhirnya membuat jalan-jalan itu, khususnya jalan yang ada di kabupaten banyak yang rusak karena harus dilalui truk-truk besar.
Menurut Agus, karut-marutnya kelas, fungsi, dan status jalan lantaran tidak adanya keselarasan antara UU Jalan dengan UU Lalu Lintas tidak pernah sinkron. “Kelas jalan dikaitkan dengan fungsi jalan dikaitkan status jalan, tidak pernah ketemu. Jadi, masalah ODOL ini tidak akan pernah bisa diselesaikan. Mau diselesaikan pakai apa?” ujarnya.
Anggota Dewan Pakar Gerindra sekaligus praktisi transportasi dan logistik Bambang Haryo Soekartono menuturkan jumlah sumber daya manusia (SDM) di jembatan timbang sangat kurang dan peralatannya juga banyak yang sudah rusak.
Selain itu, dari total 141 jembatan timbang di seluruh Indonesia sampai dengan sekarang ini hanya 25 jembatan timbang yang dibuka. Dan itu pun tidak beroperasi 24 jam, tapi hanya 8 jam.