Politik

Mandiri Ekonomi, 432 Pondok Dirikan Badan Usaha Milik Pesantren

×

Mandiri Ekonomi, 432 Pondok Dirikan Badan Usaha Milik Pesantren

Sebarkan artikel ini



loading…

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren pada Kementerian Agama (Kemenag), Basnang Said di sela Religion Festival dan Kick Off Hari Santri 2024 di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (9/10/2024) malam. FOTO/SINDOnews/ABDUL MALIK MUBAROK

JAKARTA – Program Kemandirian Pesantren yang digulirkan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menunjukkan hasil positif. Hingga saat ini, terdapat 432 pondok yang telah memiliki Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP).

Kemandirian Pesantren diberikan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan. Pesantren sasaran juga menerima bantuan inkubasi bisnis. Pada awal digulirkan, ada 105 pesantren yang mendapat bantuan dengan total anggaran mencapai Rp37,45 miliar. Pada 2022, program ini menyasar 504 pesantren, dengan bantuan mencapai Rp46 Miliar.

Pada tahun ketiga, Kemenag memperluas jangkauan program ini hingga 1.467 pesantren. Total bantuan yang diberikan mencapai Rp245,55 Miliar. Tahun ini, sebanyak Rp160,50 miliar disiapkan untuk 1.500 pesantren sasaran program Kemandirian Pesantren.

“Alhamdulillah, saat ini sudah terbentuk 432 badan usaha milik pesantren,” kata Menag Yaqut dalam keterangan tertulis dikutip, Jumat (11/10/2024).

BUMP bergerak dalam banyak bidang usaha, mulai dari industri pengolahan, jasa, informasi dan komunikasi, perdagangan, persewaan, katering, pertanian, perikanan, hiburan, digital, percetakan, warung klontong, laundry, suvenir, konveksi, hingga air minum.

Menurut Menag, Kemandirian Pesantren adalah bagian dari afirmasi negara kepada pesantren yang telah berkontribusi sejak perjuangan hingga pembangunan bangsa.

“Sejak awal mendapat amanah sebagai Menteri Agama, kami berusaha mewujudkan pesantren yang memiliki sumberdaya ekonomi kuat dan berkelanjutan sehingga dapat menjalankan fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat dengan optimal,” katanya.

Selama ini pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan yang tergantung pada pihak lain, sehingga mudah dipermainkan pada momen-momen tertentu. “Dengan kemandirian pesantren, maka tidak ada lagi pihak-pihak yang mempermainkan,” katanya.



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *