loading…
Diskusi Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Jakarta, Jumat (11/10/2024). Dalam diskusi itu dinyatakan tuntutan para hakim agar tunjangannya naik 142 persen bukan semata demi kepentingan sendiri. Foto: SINDOnews/Jonathan S
Sekretaris Bidang Advokasi Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Djuyamto mengatakan, pihak terkait perkara dengan kekuatan modal besar bisa menggunakan segala cara untuk memengaruhi hakim di pengadilan baik pidana maupun perdata.
“Apalagi kalau yang disidangkan adalah sengketa antara pemodal besar dengan rakyat. Kalau kesejahteraan hakim bagus, independensinya akan lebih kuat. Putusannya benar-benar adil. Kepentingan rakyat luas terjaga,” ujar Djuyamto di Jakarta, Jumat (11/10/2024).
Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) Fauzan Ar-Rasyid menegaskan aksi 148 hakim dari berbagai daerah ke Jakarta bertemu berbagai stakeholder sepanjang pekan ini perlu dipandang sebagai upaya menjaga diri agar hanya menerima rezeki halal.
“Kami dengan cara legal memperjuangkan kesejahteraan agar tak ada lagi yang dapat mengganggu independensi hakim. Kami berjuang untuk hanya memperoleh rezeki halal. Sudah 12 tahun gaji kami tak ada kenaikan,” ungkapnya.
Sepanjang pekan ini, sebagian hakim di Indonesia mengambil cuti secara serentak untuk mendesak kenaikan tunjangan sebesar 142 persen. Angka ini dihitung dari penjumlahan inflasi tahunan sejak 2012.
Menurut Fauzan, jumlah hakim di Indonesia tak lebih dari 7.000 orang. Hanya perlu penambahan anggaran sekitar Rp3 triliun untuk memenuhi tuntutan mereka.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Albert Aries menambahkan hakim layak disejajarkan dengan pejabat negara meski berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). “Ini profesi mulia. Sudah saatnya gaji dan tunjangan wakil Tuhan kurang lebih sama dengan wakil rakyat,” ucapnya.
(jon)