Politik

Kejagung Sidik 405 Kasus Korupsi, Total Kerugian Rp39 Triliun

×

Kejagung Sidik 405 Kasus Korupsi, Total Kerugian Rp39 Triliun

Sebarkan artikel ini



loading…

Akademisi yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Fachrizal Afandi. Foto: Ist

JAKARTA – Kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) selama lima tahun terakhir kian membaik. Kejagung sudah banyak melakukan pembenahan dan perbaikan.

“Terutama dalam penanganan perkara,” ujar Akademisi yang juga Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Fachrizal Afandi, Senin (14/10/2024).

Dalam laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) tahun 2022, Kejagung sudah menyidik 405 kasus korupsi dengan total kerugian negara mencapai Rp39,2 triliun. Jumlah kasus yang ditangani jauh lebih tinggi dibanding KPK dengan 36 kasus dan kepolisian sebanyak 138 kasus.

Selain itu, Kejagung juga menyita aset seperti uang tunai, properti di luar negeri, serta kendaraan mewah. Jika ditotal seluruh aset memiliki nilai Rp21.141.185.272.031,90 dalam bentuk uang US$11.400.813,57, uang SG$646,04, properti di Singapura, Australia, dan berbagai tempat lainnya.

Dengan capaian yang sudah dilakukan, Kejagung berhasil menjadi lembaga aparat penegak hukum dengan tingkat kepuasan publik tertinggi. “Jauh lebih tinggi dari KPK dan kepolisian,” kata pria yang juga Ketua Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (PERSADA UB).

Tidak hanya itu, jika ada Jaksa yang terbukti bersalah, Kejagung tidak segan melakukan pemecatan. “Seperti yang dilakukan Kejari Bojonegoro,” ucap Fachrizal.

Tahun lalu Kejari Bojonegoro memecat salah satu anggotanya secara tidak terhormat. Anggota yang dipecat sebelumnya merupakan kepala seksi barang bukti. Itu dilakukan karena anggota tersebut diduga melakukan pencabulan terhadap remaja SMK.

Dengan kebijakan tersebut, masyarakat tidak perlu lagi khawatir. “Kalau masyarakat ada yang merasa dizalimi oleh jaksa bisa langsung melapor untuk dipastikan kalau jaksa telah salah di mata hukum,” katanya.

Selain itu, Kejagung juga mulai mempertimbangkan tuntutan bebas. Seperti dalam kasus I Nyoman Sukena yang kedapatan memelihara 4 Landak Jawa. Sebab, Landak Jawa merupakan salah satu satwa yang dilindungi.

Namun, pihak jaksa menuntut bebas Sukena. Itu karena ada unsur-unsur yang tidak terbukti dalam amar tuntutan. Padahal, jaksa jarang menuntut bebas kecuali kasusnya memang tidak layak.

Fachrizal menambahkan dengan kinerja yang sudah dilakukan Kejagung tidak boleh berpuas diri. Meski ada peningkatan kualitas dibanding sebelumnya, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan secara bertahap. Tujuannya menjamin keadilan di masyarakat.

(jon)



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *