loading…
Boeing melaporkan kerugian tahunan sebesar USD11,83 miliar atau setara Rp188,8 triliun untuk menjadi yang terbesar sejak 2020. Foto/Dok
Beragam masalah itu memaksa Boeing harus menyerah kepada rivalnya Airbus dalam perlombaan dalam pengiriman, hingga berada dalam pengawasan dari mulai regulator hingga pelanggan menyusul serangkaian insiden.
CEO Kelly Ortberg, yang mengambil alih kepemimpinan pembuat pesawat asal AS itu pada bulan Agustus, mengatakan perusahaan membuat kemajuan dalam memulihkan stabilitas jalur produksi yang sedang berjuang setelah kecelakaan udara yang mengerikan setahun yang lalu menimbulkan kekhawatiran tentang keamanan pesawat jet buatan Boeing.
Perusahaan melaporkan kerugian sebesar USD3,86 miliar pada kuartal keempat karena apa yang disebut Ortberg sebagai biaya yang “mengecewakan” terkait beberapa program pertahanan. Ortberg menambahkan, dalam sebuah surat kepada karyawan bahwa Boeing “sekarang lebih proaktif dan jernih tentang risiko” terhadap program tersebut.
Pendapatan untuk kuartal hingga Desember turun 31% menjadi USD15,24 miliar, meleset dari ekspektasi analis sebesar USD16,21 miliar, menurut data LSEG. Kerugian per saham yang disesuaikan kuartalan adalah USD5,90, dibandingkan dengan ekspektasi kerugian USD3 per saham.
Pengeluaran kas pada tahun 2024 yakni USD14,3 miliar, dibandingkan dengan arus kas sebesar USD4,43 miliar pada tahun 2023. Selain itu Ortberg menegaskan, kembali rencana empat bagian perusahaan untuk mengubah haluan bisnis, termasuk upaya multi-tahunan dalam memperbaiki budaya Boeing, “mungkin perubahan terpenting yang perlu kita lakukan.”
Setelah meraih rekor laba tertinggi pada tahun 2010-an, Boeing telah mengeluarkan lebih dari USD30 miliar sejak 2019 setelah dua kecelakaan fatal jet 737 MAX terlarisnya memicu masalah kualitas produksi dan keselamatan dan kekhawatiran bahwa hal itu telah menyesatkan regulator selama proses sertifikasi pesawat.
Pandemi semakin menekan perusahaan, sementara ledakan panel di udara pada 737 MAX pada Januari lalu menyeret Boeing ke dalam krisis lain. Dari bisnis pertahanan, ruang angkasa & keamanan, perusahaan kehilangan USD5,41 miliar pada tahun 2024, saat dilanda pembengkakan pada beberapa program.