loading…
Muhammad Irfanudin Kuniawan – Dosen Universitas Darunnajah. Foto/Dok pribadi
Dosen Universitas Darunnajah
Kemandirian dan kepemimpinan dalam pesantren adalah dua hal yang memiliki hubungan erat yang saling melengkapi. Dalam dunia pesantren, keduanya tidak hanya berfungsi sebagai dasar dalam membangun lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai pondasi untuk menanggapi tantangan yang terus berkembang.
Salah satu ungkapan bijak dari Kiai As’ad Syamsul Arifin memberi kita petunjuk penting tentang bagaimana membangun pesantren yang mandiri dan kuat. “Kalau ingin mendirikan pesantren, mulailah dengan membenahi dandang sobluk-tempat menanak nasi,” demikian nasihat beliau kepada seorang santri yang berencana mendirikan pesantren.
Pesan yang sederhana ini sesungguhnya menyimpan makna mendalam tentang kemandirian dan tanggung jawab seorang pemimpin pesantren.
Dandang sobluk, yang tampak sebagai simbol sederhana untuk memasak nasi, sesungguhnya adalah metafora dari perjalanan panjang menuju kemandirian. Kiai As’ad mengajarkan kita bahwa untuk mendirikan pesantren yang kokoh, kita harus memastikan segala kebutuhan dasar telah tertangani dengan baik.
Ketika perut santri telah kenyang dan kebutuhan dasar hidup telah tercukupi, maka kemandirian pesantren dapat tumbuh dengan sendirinya. Pesantren yang mandiri tidak bergantung pada orang lain atau sumbangan dari luar, tetapi mampu berdiri tegak dengan mengelola sumber daya yang ada secara mandiri. Inilah landasan yang harus dibangun oleh setiap pemimpin pesantren—mengelola dapur, ekonomi, dan logistik pesantren dengan penuh tanggung jawab.
Nasihat Kiai As’ad menyadarkan kita bahwa kepemimpinan dalam pesantren bukan hanya tentang kemampuan berbicara di mimbar, atau seberapa banyak kitab yang dihafal, melainkan tentang kesiapan seorang pemimpin untuk menghadapi tugas-tugas harian yang terkadang terabaikan oleh banyak orang.