loading…
Ketua Umum Forkonas PP DOB Syaiful Huda dalam pelantikan pengurus Forkonas PP DOB periode 2025-2029, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/6/2025). FOTO/IST
“Kami mengapreasisi pemerintah mempunyai aplikasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) yang memantau perkembangan daerah otonomi baru. Kendati demikian hasil evaluasi ini jangan sampai memunculkan stigma jika setiap usulan daerah otonomi baru sudah pasti akan gagal dan menjadi beban. Itu artinya menjadikan hasil evaluasi daerah otonomi baru sebagai sandera politik,” kata Ketua Umum Forkonas PP DOB Syaiful Huda dalam pelantikan pengurus Forkonas PP DOB periode 2025-2029, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Pelantikan pengurus Forkonas PP DOB ini dihadiri sejumlah tokoh. Di antaranya Wakil Ketua DPD RI Tamsil Linrung, Ketua Komite I DPD Andy Sofyan Hasdam, Ketua Baleg DPR Bob Hasan, Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Dolly Kurnia, Anggota Komisi I DPR Oleh Sholeh, Anggota Komisi IV DPR Usman Husin, dan Anggota Komisi V DPR Irmawan. Selain itu acara pelantikan tersebut dihadiri perwakilan pengurus Forkonas PP DOB dari seluruh Indonesia.
Huda mengakui jika sebagian kinerja dari daerah dari hasil pemekaran wilayah tidak sesuai dengan harapan. Berdasarkan LPPD Kemendagri tahun 2021-2022 misalnya dari 134 kabupaten baru, 101 kabupaten memiliki kinerja rendah dan 25 sangat rendah. Sedangkan hanya 54 kabupaten baru kinerja sedang dan satu tidak menyerahkan LPPD.
“Dari evaluasi tersebut berdasarkan catatan kami memang secara faktual ada daerah otonomi yang tidak berkinerja baik. Tetapi jangan sampai hal itu menjadi sandera politik untuk menghalangi adanya objetifitas pembentukan daerah otonomi baru,” katanya.
Dia mengungkapkan ada daerah calon daerah otonomi baru yang secara objektif mendesak untuk dimekarkan. Kabupaten Bogor misalnya dengan jumlah penduduk yang mencapai 5,7 juta jiwa dan luasan wilayah yang mencapai 2,9 juta kilometer persegi harusnya sudah sangat layak untuk dimekarkan.
“Dari kesiapan anggaran, kesiapan sumberdaya manusia, dan kondisi layanan publik dari daerah induk relatif siap. Usulan juga telah disampaikan. Tetapi semua terhambat karena stigma daerah otonomi baru yang ekisting hanya menjadi beban,” katanya.