loading…
Menanggapi hal ini, Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Cecep Hidayat. FOTO/IST
Menanggapi hal ini, Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Dr. Cecep Hidayat menegaskan bahwa propaganda semacam itu merupakan strategi klasik kelompok radikal yang kerap memanfaatkan keresahan sosial demi memperluas pengaruh ideologi mereka.
“Kalau kita bicara dalam perspektif ilmu politik, kualitas demokrasi justru diuji saat menghadapi krisis. Yang penting adalah bagaimana negara menyalurkan aspirasi publik dan memperbaiki kelemahan, bukan mengganti sistem. Mengganti sistem belum tentu menyelesaikan masalah, malah bisa menimbulkan problem baru yang lebih kompleks,” Cecep dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Ia juga menilai bahwa kerusuhan yang menyertai aksi protes, bahkan hingga menimbulkan korban jiwa, menjadi celah bagi pihak-pihak tertentu, termasuk kelompok radikal, untuk mengarahkan opini publik. Dengan narasi “demokrasi gagal”, mereka berusaha menciptakan simpati palsu agar khilafah dianggap sebagai solusi alternatif.
“Padahal, narasi seperti itu sama sekali tidak menyentuh akar persoalan yang sebenarnya,” tambahnya.
Lebih jauh, pengamat isu politik, pertahanan, dan keamanan ini memperingatkan bahaya laten jika masyarakat terpengaruh oleh propaganda radikal. Menurutnya, demonstrasi yang berujung pada tindakan anarkis berpotensi memicu konflik horizontal, mengingat adanya seruan penjarahan, provokasi kekerasan, hingga penghakiman sepihak terhadap kelompok yang dianggap “bersalah”.