loading…
Nazaruddin, pemerhati masalah sosial, politik dan hukum. Foto/Dok.Pribadi
Pemerhati masalah sosial, politik dan hukum
DISKURSUS tentang apa makna “Indonesia” bukanlah hal baru. Sejak awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah mencoba merumuskan identitas ini. Jauh sebelum era digital, perdebatan tentang fondasi ke-Indonesiaan telah memicu kontroversi.
Tiga tokoh, Muhammad Yamin, Hamka, dan S. Takdir Alisjahbana (STA), menawarkan tiga konsep nasionalisme yang berbeda, namun ketiganya tetap relevan hingga kini.
Muhammad Yamin, seorang sejarawan dan politikus ulung, berpendapat bahwa bangsa Indonesia secara kultural sudah ada jauh sebelum kemerdekaan. Baginya, nasionalisme adalah kelanjutan dari sebuah “bangsa-budaya” yang telah lama berdiri dan hanya bertransformasi menjadi “bangsa-negara” di era modern.
Yamin percaya bahwa persatuan Indonesia memiliki tiang-tiang kukuh yang dibangun dari sejarah, bahasa, dan hukum adat yang sama. Ia mengagumi masa kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, bahkan menyebut Gajah Mada sebagai “pemersatu Nusantara” yang paling cakap. Menurutnya, sejarah Indonesia adalah satu kesatuan yang tunggal, bukan kumpulan sejarah yang terpisah.