loading…
Polda NTB saat menggelar rekonstruksi kasus Agus Buntung, tersangka kasus dugaan pelecehan mahasiswi di Mataram, Rabu (11/12/2024). Foto: iNews/Hari Kasidi
Dia menuturkan, data-data menunjukkan bahwa disabilitas, terutama perempuan, lebih rentan menjadi korban kekerasan seksual. Dalam kasus yang terjadi di NTB, seorang penyandang disabilitas justru menjadi pelaku, dengan korban yang semakin banyak mengadukan pelaku dengan kasus serupa.
“Dengan adanya respons terhadap situasi yang terjadi, terutama pengaduan yang dilaporkan oleh salah seorang korban, kepolisian daerah NTB berhasil mendorong korban-korban Agus lain untuk melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya,” kata Muhammad Hafiz dalam keterangannya, Rabu (18/12/2024).
“Dengan adanya pengaduan ini, bisa dikatakan bahwa korban berada pada kondisi nyaman dan aman untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya,” sambungnya.
Selain itu, dari proses penyelidikan dan penyidikan, tampak bahwa penegak hukum, terutama kepolisian, telah memiliki perspektif yang cukup memadai, setidaknya untuk memastikan adanya keterlibatan dari Komisi Nasional Disabilitas NTB di dalam prosesnya.
Kepolisian memastikan pula hak-hak Agus, sebagai penyandang disabilitas, yang diduga sebagai pelaku tetap dilindungi, seperti dengan penangguhan penahanannya, namun kepolisian tetap fokus pada skema pembuktian perkara dan menjaga independensi proses peradilan.
“Setidaknya, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 Tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan,” ujarnya.
Adanya pemahaman yang memadai aparat penegak hukum ini tidak dapat dipisahkan dari beberapa hal, di antaranya adalah adanya dukungan dan kepercayaan publik kepada kepolisian untuk tetap berlaku adil dan akuntabel dalam penegakan hukum, terutama kekerasan seksual.