loading…
Muhammad Iqbal, Ph.D – Psikolog Assoc. Prof. Universitas Paramadina dan Alumni PPRA-54 Lemhannas RI. Foto/SindoNews
Assoc. Prof. Universitas Paramadina dan Alumni PPRA-54 Lemhannas RI
KEKERASAN terhadap junior yang dilakukan oleh senior di lingkungan TNI kembali terjadi. Kali ini, korbannya adalah Prada Lucky, seorang prajurit yang baru bergabung menjadi anggota TNI dan merupakan anak dari seorang bintara.
Sebanyak 20 anggota TNI dari Teritorial Pembangunan 834 Wakanga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), ditetapkan sebagai tersangka, salah satunya berpangkat perwira.
Kasus ini tentu bukan yang pertama terjadi di lingkungan TNI, sehingga dapat diduga sebagai fenomena gunung es di barak militer. Barak militer adalah lingkungan yang disiplin, kemimpinan hirarki dan tempat yang identik dengan tekanan fisik dan mental
Seorang ahli psikologi Johan Galtung mendefinisikan kekerasan sebagai ” any avoidable impediment to self-realization” yaitu segala sesuatu yang menyebabkan orang terhalang terhadap proses pengaktualisasikan potensi diri secara wajar
Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan terjadinya kekerasan kolektif di barak militer:
1. Teori Perilaku Agresif
Mengacu pada Frustration–Aggression Hypothesis (Dollard et al.), agresi muncul ketika seseorang mengalami frustrasi dan melampiaskannya pada target yang dianggap lemah atau aman.
Ketika frustrasi tidak tersalurkan secara sehat, junior menjadi sasaran karena posisi mereka inferior dan tidak memiliki daya untuk melawan.
Menurut teori Dollard “Frustasi-Agresi” menunjukkan juga bahwa frustasi selalu menimbulkan agresi dan agresi terjadi semata-mata karena frustasi, oleh karena itu bila frustasi meningkat maka agresivitas juga meningkat
2. Teori Belajar Sosial (Bandura)