loading…
Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa
AKHIR-akhir ini terdapat dua peristiwa hukum di tanah air yang menghebohkan dan belum pernah terjadi sehebat ini. Pertama, perkara Hasto Kristiyanto. Kedua, perkara Tom Lembong . Keduanya didakwa, bahkan telah diputus bersalah melakukan tindak pidana korupsi .
Sejak proses penyidikan sampai dengan proses pemeriksaan sidang pengadilan dua kasus hukum pidana tersebut dipenuhi dengan pendapat masyarakat dan para ahli hukum saling memberikan pendapat/komentar/kritik terhadap baik proses dan putusan pengadilan, sesuatu yang tidak perlu terjadi jika tidak terdapat kejanggalan-kejanggalan dalam proses penyidikan selain status tersangka yang termasuk PEP’s (political exposed persons). Kenapa?
Pertama, seorang dengan jabatan menteri, dan seorang lagi sebagai sekjen partai terbesar dan kerap menyampaikan kritik terbuka kepada publik. Seorang lagi sekalipun mantan anggota kabinet pemerintahan seorang presiden, kemudian dipandang telah membelot dari presiden terpilih dengan mendukung calon presiden lawan dalam pilpres sebelumnya.
Peristiwa hukum terkait kedua tersangka tersebut dikenal dengan sebutan kriminalisasi atau politisasi kasus tipikor . Sedangkan urusan hukum yang dibebankan kepada kedua tersangka tampak diragukan, yang pasti status tersangka sebagai balas dendam politik. Dapat dipastikan persepsi masyarakat sejak awal peristiwa hukum tersebut telah menimbulkan kecurigaan bahwa hukum telah digunakan sebagai alat kekuasaan belaka, bukan semata-mata demi kepastian dan keadilan, khususnya bagi seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka/terdakwa sebagaimana sejak awal pembentukan UU Hukum Acara pidana tahun 1981 sampai dengan tahun 2025 yang merupakan undang-undang payung (umbrella act) peraturan perundang-undangan khusus lainnya termasuk UU Tipikor.