loading…
Frangky Selamat, Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara. Foto/Ist
Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara
SEKELOMPOK siswa berseragam putih abu-abu meramaikan acara pameran edukasi yang menampilkan sejumlah perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Mereka antusias mendatangi satu demi satu stand pameran. Banyak pertanyaan diajukan. Salah satu yang paling sering ditanyakan adalah mengenai prospek karier setelah lulus. Bagus, siswa generasi Z telah berpikir jauh ke depan. Tidak sekadar kuliah asal kuliah.
Pertanyaan yang sering mengemuka adalah, mengenai besaran gaji lulusan yang dikaitkan dengan pekerjaan tertentu. Hal-hal yang materialis menjadi keutamaan. Sesuatu yang wajar di zaman yang menjadikan harta dan tahta sebagai simbol sukses. Seperti pandangan seorang tua yang menceramahi rekan-rekannya yang tampak lebih muda.
“Kalau tidak punya uang, susah. Sulit apa-apa. Jadi kepikiran. Banyak pikiran, stres, akhirnya jadi sumber penyakit. Penyakit butuh pengobatan, uang lagi kan? Atau dibiarkan menderita dan mati saja? Nah. ”Ia melanjutkan, ”Kalau punya uang, bisa asuransi kesehatan. Biar sakit, masih punya harapan. Bisa happy juga. Lihat tuh yang tak berpunya. Cuma bisa pasrah dan berdoa.” Ada benarnya juga walau tak menjamin banyak uang pasti bahagia.
Lihat saja para pekerja bangunan yang bekerja sambil bernyanyi-nyanyi riang. Sehari “cuma” diupah Rp 250.000 dari jam 8 pagi hingga 5 sore, dipotong istirahat 1 jam, untuk “tukang”, sementara level kernet, Rp 170.000 per hari dengan durasi jam kerja yang sama.