loading…
Muhamad Bukhari Muslim, Bendahara Umum DPD IMM DKI Jakarta 2024-2026. Foto/Dok. SINDOnews
Bendahara Umum DPD IMM DKI Jakarta 2024-2026
Mahasiswa Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta dan PKU-MI (Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal)
PRABOWO Subianto telah memanggil calon menteri di Kertanegara. Salah satu pemandangan yang cukup menarik ialah hadirnya Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal dan Rektor Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta.
Banyak anasir yang muncul soal kehadiran sang imam. Anasir paling kuat menyebut bahwa beliau akan dicanangkan sebagai menteri agama.
Hal ini menarik setidaknya karena beberapa hal. Pertama, hadirnya Nasaruddin dapat dibaca sebagai tanda Yaqut Cholil Qoumas (menteri agama hari ini) tidak mendapatkan tempat kembali di pemerintahan Prabowo-Gibran. Kedua, sosok Nasaruddin dianggap sebagai sosok yang netral dalam konteks Nahdlatul Ulama (NU) hari ini. Tidak mewakili kubu Gus Yahya ataupun Cak Imin.
Sebagaimana kita tahu, perseteruan antara keduanya cukup keras hari-hari ini. Khususnya ditandai dengan adanya ide dan wacana Muktamar Tandingan PKB dan Muktamar Luar Biasa Nahdlatul Ulama (NU).
Satu pihak coba menjatuhkan yang lain, begitupun sebaliknya. Hari ini keduanya akan lanjut berebut pengaruh, khususnya di pemerintahan Prabowo nanti. Salah satunya dengan memperebutkan posisi menteri agama yang beberapa tahun belakangan menjadi domain NU.
Di tengah perseteruan itu, seperti disampaikan Burhanuddin Muhtadi (Guru Besar Ilmu Politik UIN Jakarta), memilih Nasaruddin Umar adalah langkah yang tepat bagi Prabowo.
Sentralitas Jabatan Menteri Agama
Sebagai jabatan yang akan menangani masalah-masalah keagamaan di Indonesia, posisi menteri agama cukup vital. Karena itu sosok yang kelak menduduki amanah ini harus diperhatikan dan dipertimbangkan dengan cermat. Tidak hanya menangani agama Islam, ia juga harus menjadi tenda besar bagi agama-agama seperti Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, dan sebagainya.
Peran-peran yang akan dimainkan oleh menteri agama tidak hanya bersifat administratif dan birokratik. Lebih dari itu, ia harus mengavodkasi beberapa masalah yang hari ini cukup muskil dan belum menemukan jalan terang. Di antara masalah yang cukup muskil itu ialah soal pemihakan terhadap kelompok minoritas.
Hari ini kelompok minoritas tampaknya belum mendapat ruang yang aman dan nyaman. Sering kali mereka masih mendapat tindakan persekusi dan dipersulit ruang geraknya. Misal, sebagaimana terjadi beberapa tempat, kelompok-kelompok Kristen masih kesulitan mendapatkan izin untuk mendirikan rumah ibadah.