loading…
Pegiat media sosial, Said Didu meyakini, kalau Presiden terpilih Prabowo Subianto cenderung mendengarkan suara oposisi dalam menjalankan pemerintahannya. Foto/SINDOnews
Mulanya, Said bercerita di masa orde baru orang-orang yang bersikap oposisi sangat dihargai bahkan dikirim negara untuk sekolah ke luar negeri. Dia juga menyatakan, pemikiran oposisi ini ditampung oleh Presiden Soeharto saat itu dalam perumusan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
“Tahun 1987, 1988, semua oposisi diundang di situ dan ditampung pemikirannya oleh Pak Harto. Dan saya pikir pemikiran-pemikiran mereka yang ditampung menjadi GBHN,” ucap Said.
Maka dirinya sangat tak setuju jika ada pihak yang menyatakan tidak boleh adanya opsisi dalam bernegara. Justru pemerintah seharusnya menghargai sikap oposisi yang lahir atas pemikiran-pemikiran kritis.
“Oposisi itu harusnya, pemerintah berterima kasih kepada oposisi dia sudah mau berpikir tanpa digaji. Dari pada anggota DPR minta Rp50 juta perbulan belum tentu berpikir, orang-orang oposisi ini hargailah mereka jangan dimusuhi,” sambungnya.
Dia percaya bahwa Prabowo memiliki pemikiran yang sama untuk memberikan ruang bagi para oposisi.
“Saya yakin Pak Prabowo ada di pikiran itu bahwa memberikan ruang yang lebih bagus pada oposisi dan memberikan kursi yang lebih bagus pada oposisi, dari pada memelihara parlemen yang bisa diatur segala-galanya,” katanya.
Dia juga menyinggung soal ucapan Prabowo yang memiliki jiwa patriotik terhadap rakyat.
“Kita mendengarkanlah Pak Prabowo itu kan ada pernyataan yang menarik menurut saya yang inti, dia menyatakan, ‘Saya rela mati di atas kebenaran untuk membela rakyat’ itu kata-kata yang saya sukai dari Pak Prabowo,” tuturnya.
(maf)