Politik

Pembangunan Daerah, Investasi Datanglah

×

Pembangunan Daerah, Investasi Datanglah

Sebarkan artikel ini



loading…

Candra Fajri Ananda, Staf Khusus Menteri Keuangan RI. Foto/Dok. SINDOnews

Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menkeu RI

PEMBANGUNAN daerah di Indonesia masih menunjukkan ketimpangan antarwilayah meski desentralisasi fiskal terus diupayakan. Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan (2023), alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terus meningkat, dengan total mencapai sekitar Rp800 triliun pada 2024.

Meski demikian, peningkatan anggaran ini belum menunjukkan hasil yang maksimal terutama dalam hal meratakan pembangunan. Terutama di kawasan Indonesia bagian timur yang tertinggal dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan dibandingkan dengan kawasan barat, seperti Jawa dan Sumatra.

Ketimpangan ini tidak hanya berdampak pada kualitas hidup masyarakat di daerah tertinggal. Namun juga menurunkan daya saing daerah secara keseluruhan dalam ekonomi nasional dan global.

Ketimpangan ini semakin terasa karena sektor ekonomi yang mendominasi setiap daerah berbeda. Misalnya, daerah-daerah yang kaya Sumber Daya Alam (SDA) seperti Papua, Kalimantan, dan Sumatra mengandalkan pertambangan dan perkebunan sebagai sektor utama ekonomi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, sektor pertambangan menyumbang lebih dari 40% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kalimantan Timur. Di sisi lain, daerah dengan ekonomi berbasis jasa dan industri manufaktur seperti Jawa cenderung lebih maju secara infrastruktur dan layanan publik. Hal ini menyebabkan daerah-daerah dengan SDA tinggi menghasilkan penerimaan pajak daerah yang besar, namun kurang merata dalam distribusi ke daerah lain yang lebih miskin SDA.

Desentralisasi fiskal melalui sistem bagi hasil pajak diharapkan dapat memperkecil ketimpangan ini, tetapi realitasnya belum sejalan dengan harapan. Menurut Kementerian Dalam Negeri (2023), distribusi dana bagi hasil pajak cenderung lebih menguntungkan daerah kaya SDA, karena lebih banyak sektor yang menyumbang penerimaan negara berasal dari wilayah tersebut.

Akibatnya, daerah-daerah miskin SDA yang bergantung pada sektor primer dan subsisten menerima dana yang lebih kecil. Kondisi ini membuat tantangan tersendiri dalam mencapai pemerataan kesejahteraan, terutama bagi daerah-daerah yang masih bergantung pada sektor pertanian atau perikanan.

Tantangan Ketimpangan dalam Pembangunan Daerah
Salah satu dampak nyata dari ketimpangan pembangunan adalah ketidakmerataan pertumbuhan ekonomi antardaerah. BPS (2024) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi di Jawa mencapai rata-rata 5,2% per tahun, sementara beberapa provinsi di Indonesia timur hanya tumbuh sekitar 3-4%.

Pasalnya, ketimpangan ini tidak hanya memperlebar jurang ekonomi antar wilayah, tetapi juga mempertegas perbedaan akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang kerja yang seharusnya didapatkan secara merata oleh masyarakat Indonesia. Ketimpangan ini mempersulit mobilitas sosial bagi masyarakat daerah tertinggal, yang pada akhirnya menambah kesenjangan kesejahteraan.



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *