Politik

Politikus PDIP Sentil Hasan Nasbi soal Prabowo Endorse Lutfi-Taj Yasin: Tak Paham Undang-Undang

×

Politikus PDIP Sentil Hasan Nasbi soal Prabowo Endorse Lutfi-Taj Yasin: Tak Paham Undang-Undang

Sebarkan artikel ini



loading…

Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Deddy Yevri Sitorus menyinggung ajakan Presiden Prabowo Subianto kepada warga Jawa Tengah (Jateng) untuk memilih pasangan calon Ahmad Lutfi-Taj Yasin pada Pilgub Jateng 2024. Foto/TV Parlemen

JAKARTA – Anggota Komisi II DPR Fraksi PDIP Deddy Yevri Sitorus menyinggung ajakan Presiden Prabowo Subianto kepada warga Jawa Tengah (Jateng) untuk memilih pasangan calon Ahmad Lutfi-Taj Yasin pada Pilgub Jateng 2024. Dia menilai endorse itu telah menghilangkan harapan jika Pilkada serentak 2024 ini akan berlangsung jujur dan adil (jurdil).

Hal ini diungkapkan Deddy dalam rapat bersama Wamendagri dan penjabat (Pj) Gubernur di sejumlah daerah dalam rangka memastikan netralitas ASN pada Pilkada Serentak 2024. Dalam kesempatan itu, Deddy menyinggung ajakan Prabowo yang viral belakangan ini.

“Ketika seorang Presiden Republik Indonesia turun kelasnya menjadi campaigner, jurkam untuk satu calon, saya kira kita kehilangan harapan bahwa pemilu ini akan berlangsung dengan jurdil,” kata Deddy di Ruang Rapat Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/10/2024).

Dia mengakui Prabowo merupakan Ketua Umum Partai Gerindra, parpol pengusung Ahmad Lutfi-Taj Yasin. Hanya saja, Deddy menilai endorsement itu jauh lebih baik dilakukan sebelum tahapan masa kampanye.

Dalam kesempatan itu, dia pun menyinggung pernyataan yang disampaikan pihak Istana Kepresidenan melalui Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi yang menyebut Prabowo boleh berkampanye. “Istana mengatakan tidak ada larangan presiden kampanye, oh iya betul. Tapi undang-undang kita mensyaratkan kalau mau kampanye harus cuti. Jadi juru bicara istana ini enggak ngerti undang-undang,” ujarnya.

Di sisi lain, Deddy juga menyoroti tiga jabatan Prabowo yang sangat penting selain Ketua Umum Partai, yakni sebagai kepala Negara, kepala pemerintahan, dan Panglima tertinggi Angkatan bersenjata yang kini menjadi TNI.

“Saya takutnya, walaupun pak presiden tidak berniat, bahkan tidak terpikirkan agar itu menjadi acuan untuk seluruh instrumen kekuasaan di bawahnya, bisa ditangkap secara berbeda, bisa multi interpretasi, Pak,” tuturnya.

“Jadi saya kira hal ini harus diluruskan. Bapak presiden berhutang penjelasan kepada kita, bahwa itu tidak berarti instrumen kekuasaan negara, pemerintahan, angkata bersenjata yang ada di bawah komando beliau, boleh cawe-cawe dalam Pilkada. Kami menghargai hak beliau sebagai ketua umum partai,” kata dia melanjutkan.

(rca)



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *