loading…
Kakortastipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo menyatakan, dana yang disalurkan LPEI kepada PT DST tidak sesuai dengan tujuan awal, sehingga berujung pada kerugian negara. FOTO/DOK.HUMAS POLRI
Kakortastipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo menyebut pengusutan dugaan korupsi ini berawal dari adanya penyimpangan dalam proses pembiayaan. Cahyono menyebut ada dana disalurkan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Akibatnya, dana yang disalurkan digunakan untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan tujuan awal, berujung pada kerugian negara yang besar,” kata Cahyono dalam keterangannya, Minggu (2/2/2025).
Dalam kesempatan yang sama, Wakakortastipikor Polri Brigjen Arief Adiharsa menyebut perkara ini dimulai saat LPEI mempunyai kesepakatan pembiayaan dengan PT Duta Sarana Technology (DST). Pinjaman tersebut ternyata tidak digunakan sesuai peruntukkan. Akibatnya, kredit macet yang terjadi pun tidak terhindarkan hingga mencapai Rp45 miliar dan USD4.125.000.
Guna mencari jalan keluar atas masalah itu, PT DST pun melakukan rapat direksi. Saat itu, PT DST menyepakati perusahaan PT MIF akan mengambil alih kredit dari LPEI.
“Dengan cara PT MIF menjadi debitur LPEI dan mendapatkan pembiayaan yang sebagian dipakai untuk untuk kepentingan novasi tersebut. Proses novasi tersebut tidak sesuai ketentuan dan seolah-olah PT DST telah melunasi utangnya,” ucap Arief.
Ternyata hasil kesepakatan itu juga tidak digunakan PT MIF sesuai peruntukkannya. PT MIF justru malah menggunakan sejumlah uang hasil pemberian kredit untuk melunasi utang.
“Sehingga pada tahun 2022 PT MIF mengalami pailit dan tidak mampu melunasi seluruh kewajiban (utang) kepada LPEI sebesar USD43.617.739.13 yang merupakan kerugian negara,” ungkap Arief.
Cahyono mengatakan, Kortastipikor Polri bekerja sama dengan BPK dan PPATK telah memeriksa puluhan saksi untuk mengusut tuntas dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu.
“Penyidik Polri telah memeriksa 27 saksi dan bekerja sama dengan BPK RI serta PPATK untuk mendalami dugaan pencucian uang,” katanya.
(abd)