loading…
Harryanto Aryodiguno, Ph.D, Dosen Hubungan Internasional, President University. Foto/Dok. SINDOnews
Dosen Hubungan Internasional President University
PADA 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia. Menggantikan Joko Widodo (Jokowi), yang selama dua periode telah membawa Indonesia ke arah kemajuan ekonomi dan diplomasi.
Dengan dilantiknya Prabowo, banyak pihak mempertanyakan arah kebijakan luar negeri Indonesia. Terutama dalam hubungannya dengan negara-negara besar seperti China dan Amerika Serikat.
Langkah awal Prabowo menunjukkan komitmen kuat untuk mempertahankan prinsip “bebas dan aktif,” yang telah lama menjadi landasan diplomasi Indonesia. Presiden Prabowo bakal melakukan kunjungan kenegaraan ke China untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping, Perdana Menteri China Li Qiang dan Partai Komunis China atau National People’s Congress (NPC) di Beijing.
Selanjutnya, Prabowo menemui Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Gedung Putih, Washington DC, AS. Lantas bagaimana Langkah kebijakan luar negeri Prabowo sebelum 100 hari menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia?
Prioritas Politik Domestik dan Kebijakan Ekonomi sebagai Pilar Diplomasi
Kebijakan luar negeri Indonesia di bawah Prabowo sangat terkait dengan prioritas politik domestik, terutama dalam memperkuat stabilitas ekonomi. Komitmen Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8% mencerminkan bahwa kebijakan luar negeri harus mendukung agenda pembangunan dalam negeri.
Dengan mengunjungi China sebagai tujuan pertamanya, Prabowo menunjukkan keseriusan untuk melanjutkan kerja sama ekonomi strategis dengan negara tersebut. Terutama dalam sektor investasi infrastruktur dan industrialisasi, yang diharapkan akan mengakselerasi proyek-proyek besar di Indonesia.
Dalam teori diplomasi ekonomi, hal ini disebut sebagai pendekatan “interdependensi ekonomi”. Di mana kerja sama ekonomi dimanfaatkan untuk memperkuat fondasi politik domestik sekaligus daya tawar internasional.
Strategi Ambiguitas: Menerapkan Kerangka Diplomasi Multi-Arah
Prabowo memilih diplomasi multi-arah yang dikenal sebagai “strategi ambiguitas.” Teori ini sering diterapkan oleh negara-negara yang berada di antara kekuatan besar, seperti China dan Amerika Serikat.
Strategi ini memungkinkan Indonesia menerima investasi asing tanpa terikat secara politis, yang tercermin dalam keputusan Prabowo untuk menjaga keseimbangan hubungan antara kedua negara ini. Kehadirannya dalam forum-forum multilateral seperti APEC dan G20, serta keterlibatan dalam kelompok BRICS, menunjukkan bahwa Indonesia tetap terbuka untuk bekerja sama dalam berbagai aliansi ekonomi dan diplomatik tanpa kehilangan otonomi.