loading…
Hardy R Hermawan, Peneliti SigmaPhi Indonesia. Foto/Dok. SINDOnews
Peneliti SigmaPhi Indonesia
Mahasiswa Doktoral Perbanas Institute
DANANTARA adalah mimpi yang dapat mengubah lanskap perekonomian nasional. Pemerintah menargetkan aset kelolaan Danantara akan lebih dari USD 900 miliar (sekitar Rp14.000 triliun). Investasi awal yang disiapkan USD 20 miliar (sekitar Rp320 triliun). Namun, kekhawatiran tentang ketidaktransparanan, intervensi politik, dan potensi korupsi sungguh tidak bisa diabaikan.
Kekhawatiran itu juga yang membuat hari-hari ini menjadi penting. Hari-hari ketika informasi tentang Danantara muncul sepotong-sepotong. Ketika Danantara berkali-kali batal diresmikan, hingga diumumkan akan diresmikan 24 Februari 2025.
Ketika Menteri BUMN Erick Tohir mengaku kepada Tempo bahwa ia belum mendapat salinan final UU BUMN, enam hari setelah palu diketok, awal Februari 2025 lalu. UU BUMN itulah yang menjadi payung hukum Danantara. Kini, aturan turunan tentang Danantara masih dalam pembahasan.
Informasi tentang pembahasan aturan turunan itu—berupa Peraturan Pemerintah atau PP—juga masih simpang siur. Danantara masih penuh keremangan. Darmadi Durianto, anggota Komisi VI DPR, mengatakan, Danantara akan berperan sebagai pengelola aset seluruh perusahaan pelat merah dan berwenang mengelola dividen dari BUMN. Nantinya, Danantara akan membentuk holding BUMN bersama Kementerian BUMN.
Dahlan Iskan lain lagi. Wartawan senior sekaligus mantan Menteri BUMN ini menduga, Danantara akan menaungi seluruh BUMN, menggeser peran Kementerian BUMN. Setelah mengambil alih peran tersebut, hasil dividen BUMN akan diserahkan kepada Danantara, sebagai superholding BUMN, untuk dikelola kembali.
Saking simpang siurnya, ICW sampai menyatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa mengaudit dan memeriksa Danantara. Keterangan lain menyatakan, BPK tetap berwenang memeriksa Danantara tapi tidak ke BUMN. Pemeriksaan keuangan BUMN dilakukan akuntan publik yang ditunjuk rapat umum pemegang saham. Kelak, BUMN bukan lagi kekayaan negara yang dipisahkan.
Lantas, apakah Kementerian BUMN masih akan ada setelah kehadiran Danantara? Siapa yang akan menjadi pemilik legal Danantara? Apakah Danantara akan menjadi seperti Indonesia Investment Authority (INA)?
Atau seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)? Atau seperti Bulog di jaman orde baru? Atau, Danantara akan memiliki status hukum sui generis, yang memberinya fleksibilitas dan independensi dalam mengelola aset negara?
Entahlah, Tapi, jika pun menjadi entitas sui generis, Danantara berpotensi memiliki lebih dari satu bank. Ini juga perlu diselaraskan dengan aturan Single Presence Policy dari Bank Indonesia. Makanya, PP yang komprehensif diperlukan untuk menjawab berbagai pertanyaan tadi. PP ini harus mengatur status hukum, kepemilikan, struktur organisasi, rekrutmen, mekanisme pengelolaan keuangan dan investasi, serta aturan Single Presence Policy.