loading…
Rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) disorot oleh berbagai pihak. Foto: Ist
“Saya ingin memberikan insight yang objektif. Jangan sampai BPN ini hanya sekadar rebranding, tapi tidak menjawab masalah mendasarnya,” tegas Machfud di hadapan akademisi dan praktisi perpajakan pada diskusi panel nasional yang diselenggarakan Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) di Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Dia menekankan persoalan penerimaan negara lebih kompleks dari sekadar institusi. Struktur ekonomi Indonesia yang masih bergantung pada konsumsi domestik dan kontribusi net ekspor yang minim (±3 persen dari PDB) merupakan hambatan utama. Sebagai perbandingan, Singapura mencatatkan net ekspor hingga 90 persen dari PDB.
Machfud juga menyoroti rendahnya rasio pajak Indonesia yang stagnan di bawah 10 persen. Jika digabung dengan pajak daerah, totalnya hanya sekitar 10,3%, jauh dari standar negara-negara OECD yang umumnya berada di atas 15 persen.
Terkait wacana semi-autonomous revenue authority (SARA) dan pembentukan BPN, dia mengingatkan bahwa solusi institusional bukan jaminan perbaikan fiskal. “Jangan terlalu dikultuskan. Banyak negara gagal karena tidak ada political will yang memadai,” ujarnya mengutip ekonom seperti Joseph Stiglitz dan Richard Bird.