loading…
Revisi Undang-Undang Kejaksaan dinilai berisiko karena bisa melemah sistem hukum Indonesia. Foto/istimewa
Hal itu terungkap dalam dialog publik bertajuk “Kejaksaan Superbody dan Ancaman Kekuasaan Absolut” ini digelar di Gedung Theater Prof. Qodri Azizy ISDB, Fakultas Syariah & Hukum, UIN Walisongo, Semarang, pada Rabu 5 Februari 2025.
Dalam diskusi tersebut, para pakar hukum menyoroti sejumlah pasal yang dinilai berpotensi melemahkan sistem hukum Indonesia. Acara yang diinisiasi oleh Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Syariah & Hukum UIN Walisongo ini dihadiri lebih dari 50 peserta, mayoritas mahasiswa hukum.
Baca Juga: Plus Minus 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran
Tiga pemateri utama hadir untuk membedah dampak revisi UU Kejaksaan, yakni Guru Besar Ilmu Hukum UIN Walisongo Achmad Gunaryo, Ketua PKY Jateng sekaligus Penghubung Komisi Yudisial Muhammad Farhan, dan Advokat & Praktisi Hukum dan Politik Bambang Riyanto. Diskusi dipandu oleh Khapid, mahasiswa hukum UIN Walisongo.
Salah satu isu utama dalam revisi UU Kejaksaan adalah meluasnya kewenangan jaksa tanpa diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang ketat. Dalam paparannya, Prof. Achmad Gunaryo mengingatkan revisi ini bisa membawa risiko besar bagi sistem hukum Indonesia.
“Tantangan terbesar kejaksaan terletak pada integritas yang belum sepenuhnya terbangun. Undang-undang maupun Komisi Kejaksaan hanya menjadi sarana pembagian kekuasaan tanpa menghadirkan perbaikan substansial,” ujarnya, Kamis (6/2/2025).
Achmad Gunaryo, juga menyoroti revisi ini seharusnya berorientasi pada penguatan integritas kelembagaan, bukan sekadar memperbesar kekuasaan jaksa tanpa kontrol yang efektif.
“Beberapa pasal dalam UU Kejaksaan berpotensi melemahkan sistem hukum Indonesia yang sudah rapuh. Kewenangan yang terpusat tanpa mekanisme pengawasan yang jelas hanya akan membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan,” katanya.