loading…
Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dibahas di DPR kembali menjadi sorotan publik. Pembaruan KUHAP dinilai tepat karena tidak lagi relevan dengan tantangan hukum modern. Foto: Dok Sindonews
“Ya memang harusnya benar-benar adaptif. KUHAP itu harus disesuaikan dengan perkembangan zaman, termasuk di era digital seperti sekarang,” ujar Ketua Umum LSM Pemantau Kinerja Aparatur Negara Satu (Penjara 1) Teuku Z Arifin, Jumat (25/7/2025).
Baca juga: RKUHAP, Koordinasi Prapenuntutan Jaksa dan Polisi Perlu Diperluas
Menurut dia, hukum acara pidana Indonesia selama ini masih terlalu kaku dan terjebak dalam pola warisan kolonial Belanda.
Teuku menegaskan pentingnya RKUHAP yang realistik dan kontekstual bukan sekadar formalitas. “Kita perlu KUHAP yang benar-benar mewakili bangsa ini, bukan sekadar meniru sistem hukum luar. Harus lebih membumi dan menyerap realitas sosial yang ada,” ucapnya.
Tak hanya dari aspek substansi, dia juga mengkritik proses penyusunan RKUHAP yang selama ini cenderung eksklusif. “Jangan hanya dengar dari kelompok tertentu yang nyaman dengan status quo. Dengarlah juga suara dari kelompok-kelompok kritis, meski jauh dari pusat kekuasaan. Justru bisa jadi itu lebih membangun dan mendorong hasil yang lebih out of the box,” ungkapnya.
Teuku menilai RKUHAP juga penting untuk memperkuat dan memperjelas posisi penyidik, khususnya bagi institusi Polri. Penguatan ini penting agar proses penegakan hukum berjalan lebih adil dan transparan bagi semua pihak baik aparat maupun masyarakat.