loading…
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni. Foto/Dok SindoNews
Soal besarannya, royalti yang harus dibayarkan yakni 2 persen dari biaya produksi. Ini mencakup sewa sound system, backline, fee penyanyi atau penampil, dan lain-lain yang berkaitan dengan musik tersebut.
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai wacana tersebut sudah kelewat batas dan tidak lagi sesuai dengan semangat perlindungan hukum yang adil bagi masyarakat. Ia pun menyoroti potensi premanisme dalam praktik penagihannya.
Baca Juga: Benarkah Amplop Kondangan Mau Dipajaki?
“Kalau begini caranya, saya lihat wacana royalti musik ini makin lama makin ngelantur. Semua sektor mau dikenain, bahkan pesta pernikahan yang jelas-jelas bersifat non-komersial. Ini sudah ngaco, dan sangat membebani masyarakat,” ujar Sahroni dalam keterangannya, Jumat (15/8/2025).
Sahroni melihat ada beberapa musisi juga menolak jika wacananya sejauh ini. “Jika diteruskan, penagihan royalti oleh LMK ini sangat rawan akan tindak premanisme. Terlebih beberapa LMK diduga dimiliki oleh individu yang memiliki latar tindak premanisme. Sangat rawan,” katanya.
Baca Juga: Tompi Bongkar Alasan Keluar dari WAMI, Soroti Kisruh Royalti Musik di Indonesia