loading…
Ancaman-ancaman Presiden AS Donald Trump dinilai makin memperkuat tekad BRICS dan negara lain untuk dedolarisasi. FOTO/Ilustrasi
Seperti diketahui, upaya BRICS mengurangi peran dolar selama ini bukan tanpa manfaat atau pembenaran. Para ahli telah menyebut, dolar AS sudah over value dalam beberapa bulan terakhir. Selain itu, sanksi-sanksi yang melibatkan dolar sebagai senjata juga mencetuskan perlawanan terhadap mata uang paling kuat di dunia tersebut.
Amerika Serikat baru-baru ini telah menyampaikan sesuatu tentang upaya tersebut. Donald Trump yang baru dilantik telah menyuarakan ancaman tarif untuk melawan dedolarisasi. Namun, ancaman tarif tersebut dinilai justru dapat menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.
Secara khusus, ketika Trump menargetkan upaya BRICS, para ekonom telah memperingatkan bahwa ancaman yang dilontarkannya justru dapat menjadi pendorong terbesar bagi dedolarisasi.
Berbicara di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, ekonom Universitas Harvard Kenneth Rogoff membahas rencana Trump dalam sebuah laporan baru-baru ini. Memang, ia mencatat bahwa hal itu memperkuat banyak tindakan yang telah diambil oleh negara-negara di belahan bumi selatan.
“Anda ingin membujuk orang untuk menggunakan mata uang Anda karena mata uang tersebut memenuhi beberapa hal – memberikan stabilitas dan alat pembayaran,” kata Rogoff. “Tapi jika Anda diancam, saya pikir itu hanya memperkuat insentif untuk mencoba dan melakukan diversifikasi,” paparnya, seperti dilansir WatcherGuru, dikutip Minggu (26/1/2025).
Sentimen tersebut juga digaungkan oleh profesor keuangan Universitas Chicago, Raghuram Rajan. “Saya pikir Presiden Trump bereaksi terlalu dini terhadap sesuatu yang tidak akan terjadi,” katanya.
Dengan dolar AS yang ditetapkan dengan kuat sebagai mata uang cadangan global, posisinya tampaknya tidak terancam. Namun, ancaman Trump yang berkelanjutan dapat memengaruhi negara-negara lain untuk memulai proses diversifikasi. Pada akhirnya, hal itu justru dapat memicu terjadinya dedolarisasi.
(fjo)