loading…
Aktivis 98 Arif Mirdjaja menyoroti pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjadi undang-undang. Foto/Ilustrasi/SindoNews
Pria yang akrab disapa Gepeng ini merasa heran dengan aturan sebelumnya yang menyatakan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian negara. “Ada penambahan pasal dalam revisi UU BUMN yang baru yaitu Pasal 4B, kerugian BUMN tidak lagi dianggap sebagai kerugian negara,” ujarnya dalam keterangannya, Jumat (7/2/2025).
Dalam UU baru, akhirnya memberikan kewenangan kepada bank pelat merah untuk melakukan hapus buku dan hapus tagih, seperti kredit macet yang telah melalui restrukturisasi. “Praktik ini sangat berpotensi melindungi praktik korupsi dalam BUMN, sehingga pengambil kebijakan ataupun direksi BUMN yang hirarkis tunduk pada menteri BUMN bisa terbebas dari ancaman korupsi.
“Terlebih lagi adalah potensi money laundry ketika penyertaan modal uang negara ataupun piutang bisa diputihkan oleh BUMN dan mendapatkan impunity sehingga para pengemplang utang menjadi untouchble,” tambahnya.
Gepeng mencontohkan, ketika Telkom menginvestasikan 450juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp7,2 triliun (kurs sekarang) ke GOTO pada 2021-2023. Dengan aturan baru ini, dalam kasus tersebut jika terjadi korupsi maka hal demikian tak bisa diseret ke ranah pidana.
“Dengan UU ini jika investasi Telkom di GOTO berpotensi korupsi ataupun gagal bayar, maka tidak bisa menyeret siapa pun ke ranah pidana. Seperti publik ketahui Boy Thohir adalah komisaris GOTO,” katanya.
Adanya kondisi ini, dia menilai UU BUMN baru menjadi tempat perlindungan bagi para pembegal uang negara. “Sehingga masyarakat dikaburkan dari potensi korupsi terhadap keuangan negara yang disertakan pada BUMN. Ini sangat berbahaya, sangat berbahaya,” pungkasnya.
(rca)