Politik

Masyarakat Sipil Soroti Hak Leniensi Kejaksaan, Dinilai Rentan Penyelewengan

×

Masyarakat Sipil Soroti Hak Leniensi Kejaksaan, Dinilai Rentan Penyelewengan

Sebarkan artikel ini



loading…

Dialog Publik: UU Kejaksaan antara kewenangan dan keadilan masyarakat di Jakarta, Kamis (23/1/2025) siang. Foto/Dok. SINDOnews

JAKARTAMasyarakat sipil soroti kewenangan berlebih jaksa yang tertuang dalam UU No 11/2021 tentang Kejaksaan. Selain hak imunitas yang kontroversial, ada hak leniensi kejaksaan . Hak leniensi ini adalah untuk menuntut ringan pelaku pidana.

”Limitasinya tidak jelas, dan menjadi rentan penyelewengan. Dalam rancangan perubahan UU Kejaksaan ini, batasnya makin kabur,” kata mantan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu dalam acara Dialog Publik: UU Kejaksaan antara kewenangan dan keadilan masyarakat di Jakarta, Kamis (23/1/2025) siang.

Dia lalu kemudian mencontohkan kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari , yang sempat viral karena menemui buron kakap kasus perbankan Djoko Tjandra. ”Jabatannya cuma Kasubag Pemantauan dan Evaluasi loh. Di bawah Kepala Biro. Pertemuan itu sulit dielakkan ada restu pimpinan, setidaknya atas sepengetahuan. Kita tidak tahu, kan,” ucapnya.

Namun nyatanya kejaksaan hanya menuntutnya empat tahun dan denda Rp500 juta. Edwin menyebut bahwa ini menunjukkan komitmen yang lemah terhadap praktik korup di tubuh kejaksaan itu sendiri.

Selain itu, Edwin juga menyebut sejumlah contoh kasus lainnya. Menunjukkan fenomena no viral no justice. ”Kita pernah dengar ada kasus Valencia alias Nensyl, yang diproses karena memarahi suaminya yang mabuk. Kejaksaan sempat menuntutnya satu tahun, tapi karena viral, kemudian tuntutannya menjadi bebas,” terangnya.

Sebuah hal yang aneh, jika menuntut bebas, kenapa harus diproses sampai persidangan. ”Juga kasus pemelihara landak di Bali. Yang setelah viral baru mendapatkan keadilan,” tambahnya.

Dalam forum yang sama, pakar hukum UGM Zainal Arifin Mochtar menunjukkan kontradiksi yang dilakukan oleh kejaksaan. ”Pada dasarnya seorang jaksa itu bisa menggunakan hukum hati Nurani. Tapi, jika parameternya tidak jelas, berpotensi untuk disalahgunakan,” terangnya.

Akademisi yang akrab dipanggil Uceng itu kemudian mencontohkan kasus Jaksa Pinangki. ”Bagaimana bisa pertimbangannya itu karena dia seorang ibu bla bla dan sebagainya, masih punya anak kecil, lalu kemudian dituntut dengan hukuman yang sederhana. Padahal, di tempat (kasus) lain, disparitas (pertimbangannya) jauh,” terangnya.

Menurutnya, spirit dan pertimbangan yang tidak tepat inilah yang kemudian menjawab fenomena kenapa setelah viral baru bergerak. ”Parameter dan pertimbangannya harus benar-benar pas dan bisa diterapkan kepada siapa pun,” katanya.

”Nah, saya bayangkan harus ada parameter yang jelas supaya orang tidak menduga macam-macam. Jangan-jangan karena ini jaksa dengan jaksa, lalu ada pertimbangan yang njelimet-njelimet seperti seakan-akan menggali betul, ini (Pinangki) adalah ibu. Tapi, di kasus lain, pertimbangannya menjadi sangat berbeda,” terangnya.

(poe)



Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

mahjong auto maxwinmahjong dinilai pentingmas ariel jackpot mahjongmaxwin 53 juta mahjong waysmaxwin mahjong ways 3 hitungan menitmenang belasan juta mahjong depo qrisprofit mahjong malam mingguradit bongkar mahjongkaisar89slot gacor